“Sesungguhnya do’a orang yang berpuasa ketika
berbuka tidaklah tertolak”. Jadi jangan lupakan memohon
hajat lewat do’a setiap kita berbuka.
Imam Ibnu Majah menyebutkan
beberapa hadits yang menyebutkan bahwa secara umum, do’a orang yang berpuasa
adalah do’a yang mustajab.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « ثَلاَثَةٌ لاَ تُرَدُّ دَعْوَتُهُمُ
الإِمَامُ الْعَادِلُ وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ »
Dari Abu Hurairah, ia berkata
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada
tiga do’a yang tidak tertolak:
(1) do’a pemimpin yang adil,
(2) do’a orang yang berpuasa
sampai ia berbuka,
(3) do’a orang yang
terzholimi.”
(HR. Tirmidzi no. 3595, Ibnu Majah
no. 1752. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban dalam
shahihnya no. 2408 dan dihasankan oleh Ibnu Hajar. Lihat catatan kaki Zaadul
Ma’ad, 2: 50).
Juga ada hadits,
عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو
بْنِ الْعَاصِ يَقُولُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « إِنَّ
لِلصَّائِمِ عِنْدَ فِطْرِهِ لَدَعْوَةً مَا تُرَدُّ »
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin
Al ‘Ash, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Sesungguhnya do’a orang yang berpuasa ketika berbuka tidaklah tertolak.”
(HR. Ibnu Majah no. 1753.
Dalam sanadnya terdapat Ishaq
bin ‘Ubaidillah. Ibnu Hibban memasukkan perowi ini dalam perowi tsiqoh. Perowi
lainnya sesuai syarat Bukhari. Hadits ini dikuatkan dengan hadits sebelumnya
yang telah disebutkan. Lihat catatan kaki Zaadul Ma’ad, 2: 49-50).
Jika dikatakan bahwa waktu
berbuka puasa adalah waktu mustajabnya do’a, maka jangan tinggalkan sunnah ini
untuk memohon setiap hajat kita, hajat apa pun itu. Dan amalan ini berlaku
untuk puasa wajib dan puasa sunnah karena haditsnya adalah mutlak untuk setiap
puasa.
Adapun do’a khusus yang
diajarkan Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- ketika berbuka
adalah dzahabzh zhoma-u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insya
Allah (dahaga telah hilang, urat-urat telah basah, dan moga ditetapkan
pahala insya Allah). Inilah hadits yang shahih yang patut diamalkan.
Sedangkan do’a “allahumma
laka shumtu …” tidaklah shahih karena perowinya matruk (pendusta), sebagaimana
telah diterangkan dalam tulisan “Kritik Do’a Buka Puasa Allahumma Laka Shumtu“.
Semoga yang singkat ini
bermanfaat. Hanya Allah yang memberi taufik.
Referensi:
Zaadul Ma’ad fii Hadyi
Khoiril ‘Ibad, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, tahqiq: Syu’aib Al Arnauth dan ‘Abdul
Qadr Al Arnauth, terbitan Muassasah Ar Risalah, cetakan keempat, tahun 1425 H.
No comments:
Post a Comment